Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

I'tikaf in The Istiqlal Mosque, in Jakarta

 Hi, guys. Ramadhan kemaren, kalian ngapain aja? 10 hari terakhirnya? Apakah kalian beri'tikaf di sepuluh hari terakhir? Bagi yang muslim ( kecuali yang tidak), Nabi Muhammad menganjurkan kita untuk menetap di mesjid selama 10 hari penuh, maksudnya untuk menjadi lebih dekat kepada Allah. Dan Nabi Muhammad juga menganjurkan kepada kita untuk tidak keluar-keluar dari sana.

Dan, itulah yang aku lakukan pada 10 hari terakhir pada Ramadhan, berhubungan aku adalah anak Homeschooling, aku bebas ingin melakukan apa saja ( tetapi, belajar tetap diutamakan yah, adik-adik), tidak seperti anak yang sekolah formal di sekolahan, mereka harus belajar 1 bulan penuh di Ramadhan itu.  Dan aku akan menceritakannya, tetapi, hanya pada bagian-bagian yang unik-unk

Kami ( kami karena aku pergi bersama ayah, sebenarnya ini adalah gagasan ayah untuk beri'tikaf di mesjid) memutuskan untuk pergi ke Masjid Istiqlal, berada di Jakarta, berada dekat dengan Monas dan Perpusnas. Bahkan, dari Masjid Istiqlal kita bisa melihat Monas pada waktu ketika berbuka puasa.

Kami pergi pada hari sebelum i'tikaf dimulai. Pada jam 1-2-an, kami berangkat menuju Stasiun Rawa Buntu, untuk melanjutkan untuk transit di Stasiun Tanah Abang. Ketika ada kereta yang datang dan bertujuan ke Stasiun Transit Manggarai. Aku merasa heran karena kami tidak langsung saja dari Stasiun Tanah Abang turun dan menaiki bus menuju Masjid Istiqlal, sebelumnya, ketika aku pergi ke Perpusnas pada hari Jum'at, kami pergi ke Masjid Istiqlal dan menaiki bus. 

Tetapi, rupanya, begitu kami sampai di Stasiun Transit Manggarai, kami akan berhenti di Stasiun Djuanda yang tinggal menaiki jembatan yang bersambung dengan stasiun, dan mengarah ke Masjid Istiqlal. Kira-kira 800 meter-an dari Stasiun Djuanda ke Masjid Istiqlal.

Stasiun Transit Manggarai

Ketika kami berjalan menuju pintu masuk Pria, aku mendengar ceramah ustadzah, dan ketika kami berada di dalam mesjid, tidak ada ustadzah itu.

Disana, kami rupanya ketinggalan shalat jamaah Ashar disana, sehingga kami langsung melakukan shalat Ashar. Dan, ketika aku sedang bersantai-santai, lewatlah seseorang dan saat itu ayah sedang melalukan shalat sunah. Aku mengenalinya sebagai Menteri Kreativitas dan.... Entah apalah, tetapi, dia adalah Sandiaga Shalahudin Uno, atau Sandiaga UNO! Aku tidak terlalu ingin menyalami beliau, karena, jujur saja, aku lagi malas bergerak. 

Ayah usai shalat sunah, aku beritahu. Dan Ayah antusias mengejar beliau hingga ke tempat imam. Aku menunggu ayah datang dan beberapa menit kemudian, ayah datang. Menunjukkan video dari jarak beberapa meter mungkin dari Sandiaga Uno. 

Beberapa menit kemudian, Sandiaga Uno balik lagi. Ada seorang kakek-kakek datang, dan berseru kepada Sandiaga Uno, mendukungnya menjadi Capres ( Wakil Presiden), tetapi, anehnya, setelah mengatakan itu, dia mengatakan bagusnya Sule ( Sule, kalau kalian senang komedi pasti tau, kalau gak tau, googling aja, sih) itu jadi Presiden. Ada seorang anak muda dengan kemeja kotak-kotak 3 warna, merah, kuning, dan putih, warnanya lembut tidak terlalu kontras dengan pemandangan redup di masjid itu bertanya. 

" Lah, Sule-kan kagak ikut politik," tapi, kakek itu hanya cengengesan melengos pergi ke ujung, dan beberapa menit kemudian, ketika aku mencarinya, tidak ada, mungkin teleport ke warnet, cari apakah Sule ikut politik? ( Pikiran yang amat-amat ' brilian')

Mungkin kurang lebih, jam 4-an. Kami berangkat menuju aula besar atau seperti itulah yang kulihat. Tempat itu ramai dan rupanya sedang menunggu jamuan buka puasa yang dibagikan oleh DKM Masjid Istiqlal. Aku lupa, tetapi, jamuan buka puasa ini disponsori loh. Mantep, kan?

Menunggu buka puasa, ada ceramah singkat kurang lebih 30 menitan dari ustad yang berganti-ganti setiap waktunya. Dan, 10 menit sebelum buka puasa, diadakan kegiatan berdzikir hingga buka puasa.

Menu buka puasanya enak sih, ada buah pisangnya dan bahkan, ada 2 yoyic kecil geys. 2 yoyic, loh. Bukan satu. Aku dan Ayah menghabiskan hidangan makanan.

Dan kami kembali lagi ke dalam masjid.

Seperti yang aku katakan, kita akan langsung go to the special atau funny moment, dimana, ini merupakan barang rare. Tetapi, ada banyak kejadian special atau funny moment di Istiqlal yang akan aku ceritakan pada kalian sehingga, setelah selesai salat Maghrib, aku akan..

 "Can we skippp to the good part OOOOHH."

Jadi, pada waktu selesai Isya, kami hendak mencari tempat tidur. Aku menunggu di pojokan yang dingin sembari menunggu ayah yang mencari saptam untuk meminta keterangan apakah hari ini I'tikaf atau not.

Beberapa menit kemudian. Ayah datang dengan wajah keruh, aku langsung paham sebelum ayah menyampaikan kenapa, tapi, aku tetap nanya, kenapa yah?

" Gak bisa I'tikaf sekarang katanya, besok bisanya,"

Pantesan. Dikit bener yang ada di dalam masjid, bahkan, nyaris kosong dan menyisakan kami dan puluhan Saptam Istiqlal yang memakai seragam kuning yang lembut, tidak terlalu menyala.

Dan, kami pun, go back to our's home. Never expected - __ -.

O __ O

Kami pun pergi kembali ke Istiqlal pada hari selanjutnya, bertepatan dengan 10 hari terakhir yang sebenarnya, karena, kemarin itu, masih malam 20 Ramadhan, esoknya baru sebenarnya bisa I'tikaf, tetapi, jadwal di Istiqlal rupanya tidak bisa seperti itu.

Kami pergi sampai di Stasiun Djuanda pada akhirnya, dan sampai di Istiqlal yang hanya berjarak 800 meter-an dari jembatan penyeberangan, pada waktu selesai Ashar, as usual, seperti biasa.

Dan, lagi-lagi aku mendengar suara uztadzah yang kemarin berceramah. Hm? Apa ini hanya imajinasi semata atau, memang ada? Karena, ketika aku sampai di dalam area shalat, kosong melompong, hanya beberapa orang yang bertebaran tak beraturan, tidak ada yang di depan kecuali orang berseragam kuning ( Ini kiasan, maksudnya saptam).

Kami kembali pergi ke aula besar atau teras besar Istiqlal, tempat jamuan atau hidangan buka puasa berada. Seperti biasa, kami datang ketika barisan duduk sudah hampir separonya aula besar itu, kami duduk di samping seorang bapak-bapak yang mengobrol dengan seorang pria gemuk, mereka ngobrol hanya sesekali saja. Aku melirik sekali ke luar area teras besar ini. Melihat orang-orang yang bolak-balki syantik ( making by Syahrini).

" Kelas berapa dek?" bapak-bapak yang tadi itu, dengan penampilan sweater berhoddie padahal pada waktu itu, matahari baru mau tumbang dan cahayanya tepat mengenai punggung kami yang sudah memprotes kepanasan.

" 6 pak," jawabku sopan. Bapak itu tampak mengangguk. Aku jadi heran, biasanya, orang-orang yang bertanya kelas berapa, umur berapa, dan kaget karena tubuhku yang macem tower ini, dan menjadi kebanggaan tersendiri bagiku, yang tak punya prestasi ini.

" Ngapain ke sini dek?" tanya bapak itu sopan.

" I'tikaf," jawabku singkat, sopan.

" Oh, bagus itu. Saya juga dulu pas kuliah I'tikaf di sini, tapi, gak bertahan lama, sehari doang terus pulang karena waktu itu, masjidnya belum se-wow ini," bapak itu berkata begitu, dan aku edit saja karena aku tidak terlalu ingat persisnya apa yang ia katakan.

Lalu kami pun mengobrol. Kami mengobrol hingga bedug dan adzan dari Istiqlal berbunyi. Ayah mengajakku berbuka puasa di lantai luar area aula besar, banyak orang juga yang berada disana. 

Karena Istiqlal berdekatan dengan Monas, mungkin beberapa km atau 10-11 km atau berapalah ya, gak penting, yang penting, Istiqlal itu dekat dengan Monas. Bagaimana aku tahu hal itu? Karena, pada saat berbuka puasa dan makannya di luar area aula besar, aku jadi bisa melihat langit, karena sebelumnya berbuka puasa di area aula besar, mendongak keatas yang ada, atep ( baca: atap). Tetapi, ini berbeda, kami bisa melihat langit yang mulai gelap dan matahari yang baru saja tumbang, menyisakan warna pink-merah yang membuat awan-awan menjadi terlihat separo pink-putih. Dan, terlihatlah, Monas, berdiri tegak layaknya pilar-pilar Islam. Berwarna-warni berpendar-pendar dan terlihat indah di malam yang baru saja datang.

Dan, kami selesai berbuka, langsung go to area masjid untuk melaksanakan salat. Dann... Aku bertemu dengan bapak tadi. Dia menyilakanku untuk shalat disampingnya. Dan ayah berada di depan, tidak di shaf terdepan, sih, tapi, berada di depan dalam pandanganku.

Selesai shalat, beberapa menit kemudian, separo jamaah yang tadi shalat maghrib sudah raib alias pergi, biasanya sih, ada yang bawa buka puasa yang berupa nasi kotak, dan tidak dimakan ketika waktu berbuka puasa dan baru makan setelah Maghrib, tidak di area masjid, karena, sebelum shalat Maghrib mulai, ada yang memberitahu bahwa tidak boleh makan di area shalat, bolehnya di luar area shalat seperti di aula teras atau tempat tadi aku buka puasa.

Bapak itu juga pergi, dia katanya tidak I'tikaf karena sudah tua atau apalah, aku lupa alasannya apa tapi, aku ingatnya, dia pergi keluar, dan aku tidak pernah bertemu lagi dengan bapak itu. 

Pada shalat Isya, dan selesai shalat Tarawih plus Witir 3 rakaat yang dipisah menjadi 2 dan 1. Biasanya ada tadarus-an yang dipimpin oleh Muadzin atau siapa biasanya, tapi, seringnya, Muadzinnya sih gaes. Aku pernah ingin ikut, karena, merasa kalah coy, ada anak-anak yang juga ikutan. Tapi, yeah, suaraku yang luarr biasa di luar prediksi ( maksudnya, sumbang dan pokoknya tidak baguslah), dan orang yang merupakan low-sosialisation atau kurang bersosialisasi, jadi aku minder untuk ikut.

Pernah ayah ingin mengajakku dan aku bilang tidak. Dan, setiap saatnya aku berharap ayah lupa pada gagasan ini.


T__T

Allahhuakbar! Allahhuakbar! Allahhuakbar! Laaa Ila! HAA ILlallahuakbar!

Belum lebaran men! Oh iya lupa. Aduh, kata ayah dan mama sih, kalau kita putar lagu takbir itu, orang yang berada di kuburan di seluruh dunia akan menangis, aku gak tau kenapa, mungkin, ada yang tahu?

Oh yeah, ini hari ketiga sebenarnya, tetapi menjadi hari kedua di Istiqlal karena, pada hari lusa sebelumnya, tidak menginap di Istiqlal karena bukan jadwalnya I'tikaf.

Aku dibangunkan sahur oleh Dad ( sok gaul lu!). Kata ayah sih, dia baru aja selesai shalat Qiyamullail, bersama Imam Besar, Prof. Nasaruddin Umar, beliau adalah professornya Om Agus, abang ayah saya.

Aku pernah bertemu beliau sekali setelah shalat Maghrib kemarin lusa, hari dimana kami pulang ke rumah karena bukan waktunya I'tikaf. Aku melihat beliau dikerumuni oleh banyak orang-orang. Aku lihat, dia kayak ustad-ustad gituh, jadi, aku simpulkanlah, bahwa dia Prof. Nasaruddin Umar, aku gak ikut ke kerumunan sih, karena alasan klasik biasa yang merupakan ke khas-an yang sangat Elman.

Oke, aku dibangunkan Da... Eh, ayah untuk sahur. Lagi-lagi nasi kotak gaes ( bukan maksud tidak bersyukur), menunya sih, terbilang mewah, dan aku makan dengan lahap.

Oke, kita bicara ketika menetapkan tempat tidur kemarin. Jadi, ayah memutuskan untuk tidur di sebuah pilar atau tiang yang tebal, kalian tahulah, maksudku. Dan kami menetapkan untuk tidur disitu sampai waktu yang tidak ditentukan ( yang pasti, pulang pas lebaran, masak kagak ye gak?). 

Karena aku orangnya malu-malu kucing gitu. Aku lihat-lihat dulu apakah ada orang yang seperti kami? Rupanya ada, bisa dihitung dengan jari sih, tetapi, yang penting, kalau kami ditegur, gak malu-malu amat karena, ditegurnya bersamaan, hehehe.

Come back to sahur. Usai sahur, masih ada space untuk tidur. Aku tidur sebentar, tepatnya sih, baring-baring setelah makan, dengan jeda beberapa menit biar makanannya turun dulu, katanya, kalau habis makan langsung tidur, lehernya bisa panjang ( kata orangtua ya, bagaimana dengan orangtua kalian?).

Saat mulai adzan Shubuh, kami pergi ke area shalat, dan berada di shaf ke tiga, kenapa tidak langsung ke shaf one saja? Alasannya, sudah rame.

Langsung saja pada waktu jam 10-an ye gaes. Aku pergi ke tempat tumpukan sajadah khusus masjid yang... Pokoknya gitulah, ' itu'-nya ditumpukin jadi kek gunung gitu, jadi aku duduk di puncaknya sambil ngeliatan orang-orang lalu lalang. Banyak rupanya anak-anak dari Pesantren Ramadhan Istiqlal, ada ID card-nya soalnya, bukan ID card sih, tapi, mirip kayak kartu pengenal yang di kalungin ke leher. Koridor luar area shalat rame banget gais, sama anak-anak dari that's Pesantren.

Siang itu, adalah sianggg... The most bored day in my day history! Not have a friend bahkan seekor lalat pun ( memang siapa mau berteman dengan lalat? Ini perumpamaaan, cup!). And menghabiskan waktu dengan bengong ngeliatin orang dengan perasaan yang berkecamuk. Datangin gak yah? Gak ah, malu! Tapi, datangin gak yah? Gak ah, orang aku gak guna kek begini ( tuh ngaku?). Dan begitu terus hingga Zohor ( baca: Zuhur) tiba.

Memang gais, paling maless, gerak kalau sinar matahari siang itu, memanaskan tubuh kita seolah-olah kita ini, sosis yang hendak di panggang! Aku ingin #PROTESPADAMATAHARI!.

Panas, MEN!

Tapi, yah, kita seperti di-force tuk bergerak ketika mendengar azan itu, apalagi, disuruh ayah langsung ambil wudhu. Selesai shalat Zohor, kami tertidur pulas di lantai 2, agak banyak juga sih, yang ikut tidur siang. 

Bangun-bangun, udah Ashar, yeah. Kami pergi shalat. Dan, terjawab, kenapa ada suara uztadzah pas kami datangn ke Istiqlal. RUPANYA! Ada ceramah sore juga gaes! Mantep dah!

Selesai ceramah kami pergi lagi ke Aula Besar atau Teras Besar untuk...? Berbukalah, apalagi? Kali ini, kami perginya lebih faster than yesterday, agar bisa lebih di depan, dan apa yang terjadi? Apakah kami beruntung? Jawabannya: WE ARE LUCKY! 

Kami berada di garis ke five or six. Dan, di depanku, di luar ruangan Aula Besar, agak dekat sih dekat panggung biasanya tempat ceramah, ada kamera, dugaanku, acara ini diliputi oleh TV atau, Istiqlal TV di YouTube.

Kali ini, acara disponsori oleh sebuah brand semen yang terkenal. Aku gak tau sangkut pautnya ama I'tikaf, jadi, yeah, kita skip saja. 

Disampingku, ada yang lagi main ML, ML-nya itu, digerakin kayak catur gitu, namanya apasih? Dahlah, berkali-kali tu orang kalah, pengen aku rampas tu HP langsung aku menangin tu game. Jadilah, aku ngeliatin tu orang main game sepanjang waktu hingga buka puasa. 

Menunya sih, aku lupa. Tapi, ya, nikmat aja sih. Masa gak nikmat, lapar seharian, buka puasanya sedep-sedep. And we got 2 YOYIC again, like yesterday! How fun this is.

-oO0Oo-

Seperti biasa, we gonna skip that part is, so bored, dimana terkadang, sering terjadi rutinitas yang begitu-begitu saja alias, too monoton. Dan, kebetulan, hari ini, ada kejadian, emm... Yang, cukup unik sebenarnya.

Jadi, pada waktu Maghrib, selesai shalat tepatnya, aku berbaring, menengadah melihat kubah masjid dan mengangguminya. Beberapa menit kemudian, aku menutup mukaku dengan peci yang kubawa, dan hendak menutup mata.

Sayup-sayup, kudengar suara orang bertengkar. Saat itu, aku berbaring agak jauh dari tempat ayah mengaji, setengah atau 1 meter lah, lalu, ketika aku membuka peci dari muka dan bangkit duduk, kulihat ayah sedang berladeni si BAPAK BOTAK memakai baju hijau dan terlihat, emm... Sholeh, tapi, mukanya serem gitulah ( dasar gak sopan! Maaf ya, yang merasa tersinggung). Menurut cerita ayah ( karena, aku ketinggalan sebagian kejadian itu karena aku menutup mukaku memakai peci), si Bapak Botak ( karakter baru, coy! Namanya itu! Karena dia belakangan sering muncul), bilang.

" Minggir, saya mau shalat!" pada ayah yang sedang mengaji. ASTAGA! Aneh memang, masjid lagi sepi-sepinya ini, karena orang lanjut berbuka puasa, banyak tempat kosong, napa tu PAK BOTAK mau sholatnya ditepi-tepi? Did you think that? That so SILLY thing that i can see in my live history! banyak tempat kosong men, mau cari masalah ya, Pak?

" Pak, saya disini dari tadi lho," ucap ayah, sedikit tenang.

" Saya disini, DARI ZOHOR!" suaranya naik beberapa oktaf, terdengar membentak di telinga. Kenapa tu? Dijawab dengan tenang oleh ayah, " saya disini sama anak saya dari Ashar, bapak ini gak jelas, banyak tempat kosong, dan juga, kenapa tempat bapak-bapak tinggalkan, dengan menaruh barang bapak di tempat yang keliru."

" OH, YAUDAH! SILAKAN LANJUTKAN! SAYA DISANA AJA!" bapak itu mengakhiri perdebatan, dia membentak dan pergi agak jauh dari tempatku berbaring. Aku dengar dia mengatakan, " anak jaman sekarang memang KURANG AJIIIAR semua!", dan, " dasar gak punya ahklak! GAK ADA ADAB!".

Lalu, ayah memutuskan pindah di tepi-tepi yang bukan di tempat Bapak Botak itu, di belakang tempat itu, agak jauh dari tempat si Bapak Botak. Dari belakang, aku melihat si Bapak Botak melirik tempatnya, kayaknya dia gengsi ke sana, tetapi, beberapa menit kemudian toh, dia pergi kesana juga.

And, that's the silly and kejadian unik yang terjadi di waktu Maghrib.

-oO0Oo-

Dan, esoknya, saat bangun pagi, sahur, mandi dan lain-lain. Aku memutuskan pergi ke tempat dimana, Pameran Buku Istiqlal berada. Katanya, harga bukunya MULAI DARI 6 REBU! Imposibble and never expected with me.

Aku pergi kesana, kebetulan, aku punya uang 50 rupiah, siap untuk dimasukkan kedalam moncong meriam bernama, ' Keluarkan Duit!', kasih api, dan akan meledak kemudian. Aku berkeliling. 

ASTAGFIRULLAH! Katanya mulai dari 6 rebu! Ini, buku yang tentang romantis-romantisan, dibuat di Watpadd, napa harganya 75 rebu? Minus dah, uang saya jadinya. Kemudian, aku pergi ke tempat buku obralan, ada banyak buku murah, kayak buku Ayat-Ayat Cinta 1, dibuat oleh Habiburahman Elzarazy, harganya lumayan murah, dibawah 50 rupiah. Aku tertarik ingin beli, tapi, apa daya, males juga, gak terlalu seru, karena, dirumah udah ada Ayat-Ayat Cinta 1, sejak jaman saya lahir.

Lalu, Zohor menjelang. Ashar lewat ( maksudnya, bukan kami melewatkan shalat Ashar, maksudnya, Ashar sudah lewat), dan kami pergi kembali ke Aula Besar, untuk berbuka, dan menunggu hidangan gratis-tis-TIS! Dari DKM Masjid Istiqlal.

Di jalan, aku bertemu dengan Bapak Botak. Dia tampak sudah lupa sama kejadian kemarin, karena melengos pergi saja, tidak mengumpat. Tapi, yah, walaupun mukanya tidak berkerut karena marah, tapi, bentuk mukanya emang udah serem sih, tanpa harus ada kerutannya ( dasar kurang ajar!).

Dan, ketika sudah 40 menit sisa untuk berbuka. Semuanya bangkit. WHAT HAPENNED? Aku kira semuanya pengen ngambil makanan, jadi kami ikut bangkit sama orang yang ada disebelah kami. Lalu, di depan kami, semuanya bergerak ke depan. ASTAGA? WHAT HAPPENNED? Ayah terlihat bingung dan bertanya sama orang sebelah yang juga heran dan bingung ( heran dan bingung sama gak sih?). Karena gak tahu, kami ikut maju, keluar dari Aula Besar, hingga ke tangga turun mau keluar masjid. Apaan ini? Kami diusir, gitu?

" SEMUANYA, AYO MAJU! MAU DISTERIL! WAPRES, BPK. MA'RUF AMIEN MAU DATANG!" terdengar suara microphone yang menggelegar dari seorang saptam. Semuanya langsung heboh. Bukan karena antusias mau bertemu Wakil Presiden Jokowi Dodo, tapi, karena KESAL mendalam, 40 menit lagi coy! UDAH BUKA! Kenapa gak dari tadi coba? Dibawah, ada orang yang teriak-teriak marah-marah kayak binatang buas keluar dari kandang. Aku sih, gak masalah, aku mengumpat sebentar pas sudah di luar masjid. Antriannya panjang banget! 40 menit bisa emangnya? Kami keluar, lalu masuk. Log-out, and Log-in. Maju mundur syantik, syantik ( silahkan pakai nada Syahrini).

Saat sedang mengantri untuk masuk lagi, aku mendapatkan satu plastik berisi penyemprot anti-bacteria dan sabun badan. Asoy, gratis cuy! Aku masukkan ke dalam tas. Kemudian, kami maju. Aku mendengar seseorang berteriak.

" INI RUMAH SAYA ( Maksudnya, Rumah Allah, karena Masjid emang rumahnya Allah SWT., jadinya, otomatis menjadi rumah semua hambanya, begitu sih, kata ayah)!" bentak seseorang. Aku berjinjit dan... Kamu tahu siapa yang berteriak?

PEMBUAT MASALAH KEMARIN! THE BALD MAN! ALIAS SI BAPAK BOTAK! Kata ayah, dia provokator terjadinya marah-marahan. Aku mendengar bahkan ada yang mengumpat kata kotor seperti ( sori), BANG*tiittt*, GOB*tiiitt*.

Saat ingin sampai ke pintu, 3 m, dan kami berdesakan minNNNTA ampun. Penyet lama-lama badan saya. Kemudian, ayah terlihat sedang mengobrol dengan seseorang. Aku dengar, dia namanya Hermansyah, tapi, dipanggilnya Caca? Hmm? Aneh, padahal cowok gaes.

Kemudian kami berpisah dengan si Caca itu, tepatnya, kehilangan sosoknya karena berdempetan gitu.

Akhirnya, kami sampai di Aula Besar lagi dengan badan yang cukup kerempeng akibat berdempetan tadi, aku sepenuhnya lupa sama si Caca tadi, ceramah sudah start, dan kami, little lucky, berhasil mendapatkan tempat duduk di agak ujung-an. 

Langsung saja ke pas mau tidur, oke?

Jadi, pas kami sampai di atas. Dan baru saja menurunkan 2 tas untuk menjadi bantal ( karena kami gak bawa bantal, masak bantal sebesar itu dimasukkan ke tas? Apalagi, kami dari BSD, masak ke Jakarta naik mobil bolak-balik ( kayak kejadian kemarin pas belum waktunya I'tikaf). Dan, saat aku hendak berbaring.

" Eh! Kamu!" kata ayah pada seseorang berbaju hitam rapi, celananya hitam, pecinya hitam, mukanya sih, putih, jadi, dia kelihatan kayak agen rahasia gitu. Rupanya, pas di mendekat, dia adalah CACA alias HERMANSYAH! Lebih baik aku kasih IG-nya ke kalian, @hermansyahcaca atau apalah, tulis aja kayak begitu, googling ajalah di IG pokoknya kalau mau tahu tampangnya kayak begimana.

" Ketemuan lagi kita, eh, adek namanya siapa?" tanya Caca. Aku menjawab ala kadarnya. Lalu, Caca kebanyakan ngobrolnya ama ayah.

" Ciyus? Adek masih kelas 6? Tinggi beut!" kata Caca gak percaya, menepuk pundakku. Lalu, kami berbincang hingga akhirnya aku memutuskan tidur. Caca masih ngaji sama ayah. Lalu, beberapa saat kemudian, Caca ikut tidur disini setelah ayah mengatakan kepada Caca lebih baik kalau Caca tidur kat ni ( disini).

Caca tidur di dekat kepalaku. Gila sih, kepala gua jadinya turun-turun ke bawah dan akhirnya, aku memutuskan untuk tidur di lantai, setelah di kapret-in sama ayah dengan sesuatu apalah gitu, lupa namanya.

**

Kami bangun sahur. Ini pertama kalinya aku sahur sama seseorang SELAIN AYAH! Caca ikut sahur sama kami. Lalu kami melanjutkan shalat subuh. Aku baru ngeh kalau ternyata, si Bapak Botak dah ngilang aja dari tempat he always sit. Kata ayah, keknya dia segan disini lagi, atau males dan marah dan kesal dan ekspresi lainnya. Aku gak heran, kalau si Bapak Botak itu menemukan ekspresi baru.

Kami come back to tempat kami tidur. Disana, ayah melanjutkan ngaji dan Caca ikut ngaji juga, dia ngambil Qur'an ( Kitab Umat Muslim) di dekat tiang-tiang pilar penyangga atap masjid, kalian tahu lah maksudnya, kalau pernah ke masjid, ya, yang enggak, emm, gak tau deh.

Hingga aku pergi mandi. Dan kembali lagi dengan new clothes, karena sudah berganti baju. Ayah gantian mandi. Dan aku ditinggal bersama Caca.

" Foto-foto, yuk!" ajak Caca. Aku yang biasanya less eksis, mengangguk, entah kenapa, aku jadi bersemangat difoto.

Ckrek! Ckrek! Kami foto dengan pemandangan Monas. Dan banyak lagi, berikut potretannya, yang bagus, mana gaes?


Use mask version

NO-MASK Version

Lalu kami balik ke markas ( markas: lantai 2, tempat kami tidur). Ada ayah disana, sedang maen hp. Caca lalu meminta no. telepon ayah, dan mengirimnya ke WA ayah.

Saat ayah pergi, ingin mengisi botol, dan tempat kami berbaring, kebetulan lagi mau dibersihkan oleh janitor, Caca pamit kerja. Oh yeah, ini sedikit tentang Caca, jadi bab terpisah keknya.

**

Hermansyah

Yeah, umurnya kurang lebih 20-an. Dia gak kuliah, selesai SMA langsung kerja, dan tempat kerja pertamanya adalah, Bioskop. Lupa nama bioskopnya apa, kan ada banyak bioskop, XXI dll. Kemudian dia berhenti, kerja di Gramedia, dan pantesan, pas aku tanya tentang Batozar di cerita Serial Bumi by Tere Liye yang serial Ceros dan Batozar, dia tahu, kami mengobrol banyak tentang itu. Dan lalu, dia berhenti, entah kenapa. Dan melanjutkan perkerjaan di... KAI! Sampai sekarang.

Dia sering kalau ngomong, ' baik,' kayak orang-orang yang kerja di bank. " oh, baik..."

**

Come back to cerita. Aku jadi jalan-jalan ke banyak tempat yang aku belum tahu. Seperti jalan pintas ke lantai 2. Berbagai jalan lagi dan banyak lagi.

Terus, aku menemukan tempat yang ada pembatasnya, tetapi, di depannya masih ada lantai berpijak. Aku melewati pembatasnya yang tingginya separo tubuhku dan aku berhasil! Aku duduk-duduk disana.

" WOI! TURUN, KAU! TURUUNN!" raung seseorang. Aku mencari suaranya, teriakannya berasal dari bawah dan aku langsung tahu sumber teriakan itu. Dari saptam!

" Cepat turun, kau! TURUN!" raung saptam, lebih keras. Aku bukannya takut, cengengesan dan gak turun, tapi pergi ke tempat yang aman, masa turun? Turun, mati dong!

Lalu, aku, yang capek jalan-jalan mulu, pergi ke markas kembali, santai-santai. Menunggu Zuhur.

**

Esok harinya.

Caca sudah datang sejak Isya' kemaren. Dan kami together kembali, di lantai 2 alias markas kami! Untuk apa? Istirahat, boy! Kami biasanya tidur di dekat-dekat pagar pembatas itu. Kata ayah dingin.

Baru beberapa menit aku memejamkan mata. Terdengar suara sirene. Astagfirullah! Apaan, tuh! Kemudian disambut suara pak saptam.

" Yang diatas! Shailakan thurun!" seru si saptam. Astaga? Karena apa mas? Kita diusir gitu?

" Mau dibersihkan! Turun!" seru si saptam. Heh? Mau dibersihkan? Kemarin-kemarin dibersihkan kami tetap di atas, not in the below this floor. Orang yang tidur disamping kami, juga terbangun. Mukanya masih terlihat ngantuk.

" Kemaren-kemaren enggak!" kata orang itu. 

" Iya!" ayah meladeni.

Mereka mengobrol dan aku menangkap sesuatu.

" Saya kemarin sih, ada di kamar," kata orang itu. " Saya pesan kamar, tapi, karena gak bawa selimut, saya kedinginan dan keluar!" 

" Kamar?" tanya ayah.

" Iya, kamar, kita pesan dulu jauh-jauh hari sebelum I'tikaf, pak!" jawab orang itu, seperti mempromosikan program di Istiqlal.

" Oh!"

Dan akhirnya, kami gak turun-turun. Pak saptamnya gak punya nyali atau apa, gak naik keatas untuk mengusir. Kami tetap diatas, menyingkir dari area yang mau dibersihkan. Ayah pergi untuk mandi dan aku melihat-lihat IG story Caca bersama Caca. 

Ayah kembali. Caca minta undur diri, dia mau kerja katanya. Akhirnya, bagian atas selesai dibersihkan. Mantep, nih! Gak berdebu lagi!

Karena hari ini hari Juma't. Kami harus melaksanakan ibadah yang khusus pada hari itu, alias Shalat Juma't. Di beberapa negara, Shalat Juma't dianggap hari yang istimewa, menjadi hari spesial, dirayakan seperti Idul Fitr dan Idul Adha ( yang sebentar lagi menjelang datang, 29 Juni!).

Saat kami berkumpul di area masjid, aku bilang ingin pipis. Dan ayah mengijinkan. Selesai pipis aku merasa mual sekali, pusing, saat mendatangi area masjid, aku kayak mau tumbang. Akhirnya aku sampai disana, mengadu karena sakit.

Baru kami mau baring, datang seorang Englash, alias dari UK atau US atau luar negeri. Mukanya putih-putih-tih-tih! Macem kertas ( kepucatan tong!)! Ada orang Indonesia disana, ngomong bahasa English dengan logat yang khas Indonesia, jadi kelihatan kontras sih, muka bule sama muka versi melayu, jauh berbeza.

Rupanya, lantai atas sengaja dibersihkan karena, ada tamu. Ohhh! Aku yang pusing, sakit perut, tidak tertarik melihat itu, seluruh badan sayah peggALL!

Akhirnya, ayah memutuskan esok hari untuk pulang karena aku sakit, ayah sendiri juga, pilek, pileknya meler ( ewww!). Aku menyampaikan gagasan ini pada Caca. Dan, karena hari itu hari ganjil. Cewek-cewek tidur diatas. Kami terpaksa tidur disana juga. Pas dibangunin ayah, karena ayah mau Qiyamul Lail, dan terkejut melihat keliling kami. Cewek semua. Gila sih, kami pindah tempat jadinya.

Esok harinya, rencana dilakukan. Kami sampai dirumah, beristirahat sehari. 

X __ O

Aku belum sepenuhnya sembuh. Bangun-bangun, udah di Istiqlal aje! Widih! Aku merasa gairah, karena 3 hari lagi, kami bisa pulang dan selesai I'tikaf, dan juga, lebaran mas, rasanya ingin teriak sekencang-kencangnya, sampai roboh tuh bendera Israel ( kok ngelantur ya?).

Ajaibnya, dari stasiun Djuanda, kami tidak telat Ashar? Amazing! Kami shalat berjamaah. Dan, selesai itu, mendengar ceramah yang rutin dilakukan saat Ashar, bahkan, saat Zuhur, selesai Shubuh, Isya, ada ceramahnya gaes. Kalau Ashar sih, biasanya, bisa 2 ceramah di tempat yang berbeda, di Aula Besar dan di area shalat, ketat banget sih, memang jadwalnya. Udah kek di Hogwarts aja.

Saat selesai Maghrib. Aku menunggu sosok Caca is back. Ayah memberitahu lokasinya, tapi, Caca bilang, dia harus finger absen gitulah, di Stasiun Djuanda. Ayah bilang oke. Dan akhirnya, pas aku memejamkan mata, si Caca baru datang. Amacrazy!

Esok harinya, kita langsung skip ke tarawih, oke? Karena, kegiatan sebelumnya sangat biasa, tidak ada kejadian unik. Kalau aku tulis, jadinya sama semua sampai 2 hari, karena 2 hari ini, gak ada yang seru men!

Jadi, selesai tarawih ( yang lain belum, aku kan cuman shalat tarawih 10 rakaat, sedangkan yang lain 18 rakaat, plus witir 2 kali). Karena sejak Maghrib aku berpencar dari ayah bersama Caca di dekat tempat yang ada AC-nya, otomatis, kami shalat tarawih bersama.

Caca mengajakku untuk ikut makan di warung bakso. Ditraktir men! Mantep gak? Aku setujui saja. Jadilah, kami pergi kesana. Tetapi, masalahnya, aku tidak tahu, dimana letak sandalku. Karena, ayah menyimpannya ditempat yang tersembunyi, aku tidak tahu tempatnya, ayah menyimpannya karena takut sandal swallow kami dicuri! Akhirnya, Caca mengajakku pergi ke sebuah tempat, tempat wudhu yang lain. Caca memberikanku sandal orang lain! Katanya gak papa, kan nanti dibalikan. Dan, anehnya, sandal Caca juga ilang dan dia terpaksa pakai punya orang lain.

Lalu, kami masuk ke sebuah restoran. Ini tempat baksonya, ternyata bukan. Ini semacam jalan pintas. Dan, tiba-tiba, Caca melihat sandal yang katanya mirip sandal dia. 

" Eh, ini sandal aku bukannya?" kata Caca, heran, melihat sandalnya ada di pojok ruangan. Dia pakai sandal itu dan muat. " Iya! Ini sandal aku. Bekas kotorannya, rasanya sama!"

Aneh sekali, sandalnya aku kira ada di pelosok negeri, seperti Padang, Makassar gitu ( kejauhan amat mikirnya, tong!). Ternyata, tak disangka-sangka, tak diduga-duga, adaa di sudut ruangan. Kami tertawa sepanjang jalan tentang munculnya sandal itu.

Jadilah, kami pergi keluar dari area masjid. Kami berjalan, menyebrangi jalan. Dan Caca berhenti di ATM, mau ngambil duit, katanya. Aku melihat sebuah ATM yang tertutup, aku penasaran mengintip, ada orangnya! Eh, aku ketahuan. 

" Ngapain tuh, woi?" orang itu adalah saptam berbaju cokelat. Aku gak tahu, kenapa kayak begitu banget, emang gua mau ngerampok bank apa? Granat aja kagak punya! Akhirnya, Caca keluar dari ATM, dan kami melanjutkan berjalan. Ada warung bakso di dekat Stasiun Djuanda, kata Caca.

Dan ternyata bener. Pas kami tanya, mas, baksonya masih ada. Jawabannya?

" Habis, mas!" jawab mang bakso. Masya Allah! Impossible, dah habis, gua sering beli bakso, gak pernah habis tuh, laku bener nih, orang! Akhirnya, Caca beli plastik aja, untuk masukin sandal orang yang ia pinjam tadi.

Akhirnya, kami berakhir duduk di warung Indomie. Aku pesan mie indomie goreng dengan telor setengah matang dan mienya nyemek. Caca pesen mie rebus. Enakan mie rebus apa mie goreng nyemek? 

Pesanan kami datang dan aku makan dengan lahap. Akhirnya, kami pulang. Caca menawarkanku untuk membeli pempek dan bakpao. Aku pilih bakpao, karena ada Family Mart, rajanya bakpao menurutku, aku kira jajan disana, rupanya, beli bakpaonya di gerobak! Astaga!

Kami pulang dan ternyata, tarawih sudah usai. Ayah pastinya ada diatas. Kami ke atas dan, Caca minta izin ke WC dia menawarkan aku untuk ikut tetapi aku bilang.

" No, thanks!"

Ayah bertanya aku kemana. Aku jawab dengan jujur. Ayah lalu mengomel-omel. Biasa, kekhawatiran orang tua kalau-kalau anaknya diculik. Bah, kalau ada penculik, ndeh, kuhajar! ( Elman versi pemberani, berdiri di ujung gedung dengan jubah superman berkibar!).

Akhirnya, aku tertidur.

Esok harinya, sisa 1 hari lagi, mantep. Aku tambah bergairah melewati hari, melihat jam terus, kapan aku bisa pulang.

Dan, lagi-lagi, aku diajak makan mie indomie ama Caca. Bukan, no, thanks yang kukatakan, tetapi.

" Yes, thx!" 

Plak! ( Tepok dahi!)

Kami sampai diwarung, ada 2 orang pemuda dengan seragam khusus KAI. Rupanya mereka sahabatnya Caca. Mereka mengobrol, ada yang merokok dengan rokok  vape. Aku sih, gak terlalu dengar mereka ngomong apa, ada yang ngomong.

" An*tittt*!"

Aku seperti biasa, memesan lagi, mie goreng nyemek. Beberapa menit kemudian, sahabat Caca pergi, mereka pulang naik motor berdua.

Kami, 10 menit kemudian, juga balik. Bukan kerumah, ke markas tepatnya. Dan, karena itu bertepatan hari genap, dimana kata Rasullah SAW.:

" Carilah malam Lailatul Qadar di 10 hari terakhir, di hari-hari ganjil."

Maka, karena itu, seluruh tempat sangat-sangat full! Tempat cewek gak muat, jadi mereka ada diatas. Karena markas tidur kami diatas, dan terpaksa tidur di tempat lain, cari markas baru!

**

Esok harinya, kami... PULANG! Mantep. Ini yang saya tunggu-tunggu sejak ada di Istiqlal. Kata ayah, kami pulangnya entaran, jam 5-an, pas selesai shalat shubuh dan mendengar ceramah shubuh. Aku menghabiskan waktu bersama Caca, menghapal Al-Quran surat Yusuf. Aku masih ingat betul ayat yang mana padahal sudah berpuluh-puluh hari aku gak ketemu lagi ama Caca.

Karena hapalannya, 20 menit, 1 ayat, ayat setelahnya, ayah mengajakku pulang. Aku berjabat tangan erat dengan Caca. Bagi Caca yang baca, aku ucapkan! Thx, Ca! Sudah menemani hari-hariku yang membosankan, amat sangat! Thx juga, Ca! Sudah meneraktir makanan indomie, walaupun sangat biasa, tetapi, enak!

Dan inilah, hari terakhirku, dan perpisahan dari Caca. Agak sedih juga sih, rasanya. Benar kata pepatah. Friend is go and back, family is never go! Buktinya, Caca sekarang aku sudah lupa betul sama dia, karena ayah suruh aku tulis ini, aku baru inget sama Caca.

Dan, kami sudah berada di Stasiun Rawa Buntu. Jauuhh, sekali dari Stasiun Djuanda, dari Istiqlal, dan Hermansyah. 

Bye, Masjid Istiqlal. Selamat datang, Idul Fitr, semuanya ( walau tahu dah lambat dan udah mau Idul Adha) jadi, selamat Idul Adha juga!

Tamat!

Allahhuakbar! Allahuakbar! Allahhuakbar! LAAAAILAA HAILLAHUALLAH, HUAKBAR! ALLAHHUAKBAR, WALLILAAHHH, ILHAM'D!















Posting Komentar untuk "I'tikaf in The Istiqlal Mosque, in Jakarta"